Samarinda – DPRD Samarinda menyoroti lemahnya perlindungan hukum bagi pekerja non-formal, terutama Asisten Rumah Tangga (ART), yang hingga kini belum memiliki payung hukum jelas.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Novan Syahronny Pasie, menyampaikan bahwa penyusunan regulasi perlindungan pekerja non-formal memerlukan kajian menyeluruh, mengingat kompleksitas hubungan kerja yang umumnya bersifat perorangan.
“Mereka pekerja non formal sering mengeluh terkait haknya yang tidak terpenuhi dan belum adanya aturan yang jelas untuk menjadi acuan,” ujar Novan.
Ia mencontohkan situasi kerja ART yang kerap menjalin kerja sama langsung dengan pemberi kerja, seperti ibu rumah tangga, tanpa adanya perjanjian formal sebagaimana lazimnya di perusahaan atau lembaga penyedia tenaga kerja.
“Ini sangat berbeda dengan kerja sama melalui lembaga penyedia yang umumnya memiliki klausul perjanjian jelas,” jelasnya.
Komisi IV DPRD Samarinda, katanya, belum dapat merumuskan bentuk peraturan yang ideal karena banyak aspek yang masih perlu dikaji lebih dalam, terutama dari segi hukum.
“Karena banyak aspek yang harus dipenuhi, termasuk kajian hukum menyeluruh,” ucapnya.
Novan juga menyinggung sejumlah persoalan teknis yang sering muncul dalam hubungan kerja sektor domestik, seperti ketidakjelasan jam kerja, status pekerja yang tinggal di tempat kerja, hingga penambahan tugas di luar kesepakatan awal.
“Ini memerlukan kejelasan aturan. Seperti, apakah ART yang tinggal di tempat kerja berhak atas lembur atau bagaimana jika tiba-tiba diminta membantu usaha sampingan,” paparnya.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa lemahnya perlindungan hukum bagi pekerja domestik tidak hanya menjadi persoalan daerah, tapi telah menjadi perhatian nasional. Hal ini tercermin dari keberadaan draf RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sedang dibahas di tingkat pusat.
“Isu ini sampai dibahas di tingkat pusat yang membuktikan bahwa perlindungan bagi tenaga kerja di sektor ini memang masih sangat lemah,” pungkasnya.
(Adv DPRD Samarinda)